Arti dan Syarat-Syarat Untuk Perkawinan Menurut Prof. Subekti

Perkawinan, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian Pasal 26 Burgerlijk Wetboek (B.W.)
Arti dan Syarat-Syarat Untuk Perkawinan
Doc : De!
Tag : Perkawinan, Hukum Perdata

Perkawinan Perdata

Perkawinan, ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian Pasal 26 Burgerlijk Wetboek (B.W.).
Apakah artinya itu? Pasal tersebut hendak menyatakan, bahwa suatu perkawinan yang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan. Suatu asas lagi dari B.W., ialah poligami dilarang. Larangan ini termasuk ketertiban umum, artinya bila dilanggar selalu diancam dengan pembatalan perkawinan yang dilangsungkan itu.

Syarat-Syarat untuk Kawin

Syarat-syarat untuk dapat sahnya perkawinan, ialah :
  1. Kedua pihak harus telah mencapai umur yang ditetapkan dalam undang-undang, yaitu untuk seorang lelaki 18 tahun dan untuk seorang perempuan 15 tahun;
  2. Harus ada persetujuan bebas antara kedua pihak;
  3. Untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin harus lewat 300 hari dahulu sesudahnya putusan perkawinan pertama;
  4. Tidak ada larangan dalam undang-undang bagi kedua pihak;
  5. Untuk pihak yang masih di bawah umur, harus ada izin dari orang tua atau walinya. (Undang-undang Perkawinan menetapkan usia untuk kawin bagi pria 19 tahun dan bagi wanita 16 tahun (Pasal 7))
Tentang hal larangan untuk kawin dapat diterangkan, bahwa seorang tidak diperbolehkan kawin dengan saudaranya, meskipun saudara tiri; seorang tidak diperbolehkan kawin dengan iparnya; seorang paman dilarang kawin dengan keponakannya dan sebagainya.
Tentang hal izin dapat diterangkan bahwa kedua orang tua harus memberikan izin, atau ada kata sepakat antara ayah dan ibu masing-masing pihak. Jikalau ada wali, wali inipun harus memberikan izin, dan kalau wali ini sendiri hendak kawin dengan anak yang di bawah pengawasannya, harus ada izin dari wali pengawas (toeziende voogd). Kalau kedua orang tua sudah meninggal, yang memberikan izin adalah kakek nenek, baik pihak ayah maupun pihak ibu, sedangkan izin wali masih pula tetap diperlukan.
Untuk anak-anak yang lahir di luar perkawinan, tetapi diakui oleh orang tuanya, berlaku pokok aturan yang sama dengan pemberian izin , kecuali jikalau tidak terdapat kata sepakat antara kedua orang tua, hakim dapat diminta campur tangan, dan kakek nenek tidak menggantikan orang tua dalam hal memberikan izin.
Untuk anak yang sudah dewasa, tetapi belum berumur 30 tahun masih juga diperlukan izin dari orang tuanya. Tetapi kalau mereka ini tidak mau memberikan izinnya, anak dapat memintanya dengan perantaraan hakim. Dalam waktu tiga minggu, hakim akan memanggil orang tua dan anak untuk didengar dalam siding tertutup. Jikalau orang tua tidak dating menghadap, perkawinan baru dapat dilangsungkan setelah lewat tiga bulan.(Menurut Undang-undang Perkawinan seorang yang sudah mencapai umur 21 tahun tidak usah mendapat izin dari orang tuanya (Pasal 6 ayat 2))

Pemberitahuan dan Pengumuman Perkawinan

Sebelum perkawinan dilangsungkan, harus dilakukan terlebih dahulu :
  1. Pemberitahuan (aangifte) tentang kehendak akan kawin kepada Pegawai Pencatatan Sipil (Ambtenaar Burgerlijke Stand), yaitu pegawai yang nantinya akan melangsungkan perkawinan;
  2. Pengumuman (afkondiging) oleh pegawai tersebut, tentang akan dilangsungkan perkawinan itu.

Pencegahan Perkawinan (stuiting)

Kepada beberapa orang oleh undang-undang diberikan hak untuk mencegah atau menahan (stuiten) dilangsungkannya perkawinan, yaitu :
  1. Kepada suami atau isteri serta anak-anak dari sesuatu pihak yang hendak kawin;
  2. Kepada orang tua kedua belah pihak;
  3. Kepada jaksa (officer van justitie)
Seorang suami dapat menghalang-halangi perkawinan yang kedua dari isterinya dan sebaliknya si isteri dapat menghalang-halangi perkawinan yang kedua oleh suaminya, sedangkan anak-anak pun dapat mencegah perkawinan yang kedua dari si ayah atau ibunya. Orang tua dapat mencegah perkawinan, jikalau anaknya belum mendapat izin dari mereka. Juga diperkenankan sebagai alasan bahwa setelah mereka memberikan izin barulah mereka mengetahui yang calon menantunya telah taruh di bawah curatele.
Kepada jaksa diberikan hak untuk mencegah dilangsungkannya perkawinan yang sekiranya akan melanggar larangan-larangan yang bersifat menjaga ketertiban umum.
Caranya mencegah perkawinan itu ialah dengan memasukkan perlawanan kepada hakim. Pegawai Pencatatan Sipil lalu tidak boleh melangsungkan perkawinan sebelum ia menerima putusan hakim.

Surat-surat yang harus diserahkan

Agar dapat melangsungkan perkawinan, surat-surat yang harus diserahkan kepada Pegawai Pencatatan Sipil, ialah :
  1. Surat kelahiran masing-masing pihak;
  2. Surat pernyataan dari Pegawai Pencatatan Sipil tentang adanya izin orang tua, izin mana juga dapat diberikan dalam surat perkawinan sendiri yang akan dibuat itu;
  3. Proses-verbal dari mana ternyata perantaraan hakim dalam hal perantaraan ini dibutuhkan;
  4. Surat kematian suami atau isteri atau putusan perceraian perkawinan lama;
  5. Surat keterangan dari Pegawai Pencatatan Sipil yang menyatakan telah dilangsungkan pengumuman dengan tiada perlawanan dari sesuatu pihak;
  6. Dispensasi dari Presiden (Menteri kehakiman), dalam hal ada suatu larangan untuk kawin.
Pegawai Pencatatan Sipil berhak menolak untuk melangsungkan perkawinan, apabila ia menganggap surat-surat kurang cukup. Dalam hal yang demikian, pihak-pihak yang berkepentingan dapat memajukan permohonan kepada hakim unruk menyatakan bahwa surat-surat itu sudah mencukupi.
Pada asasnya seorang yang hendak kawin diharuskan menghadap sendiri ke muka Pegawai Pencatatan Sipil itu dengan membawa dua orang saksi. Hanya dalam keadaan luar biasa dapat diberikan izin oleh menteri kehakiman untuk mewakilkan orang lain menghadap yang harus dikuasakan secara autentik.

Perkawinan di Luar Negeri

Suatu perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri asing yang bersangkutan, asal saja tidak dilanggar larangan-larangan yang bersifat menjaga ketertiban umum di negeri kita sendiri. Dalam satu tahun setelah mereka tiba di Indonesia, perkawinan harus didaftarkan dalam daftar Burgerlijke Stand di tempat kediamannya.

Pembatalan Perkawinan

Ada kemungkinan, misalnya karena kekhilafan, suatu perkawinan telah dilangsungkan, padahal ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi atau ada larangan-larangan yang telah terlanggar. Misalnya, salah satu pihak masih terikat oleh suatu perkawinan lama, atau perkawinan telah dilangsungkan oleh Pegawai Pencatatan Sipil yang tidak berkuasa, atau lain sebagainya. Perkawinan semacam itu dapat dibatalkan oleh hakim, atas tuntutan orang-orang yang berkepentingan atau atas tuntutan jaksa, tetapi selama pembatalan ini belum dilakukan, perkawinan tersebut berlaku sebagai suatu perkawinan yang sah.
Meskipun suatu pembatalan itu pada asasnya bertujuan mengembalikan keadaan seperti pada waktu perbuatan yang dibatalkan itu belum terjadi, tetapi dalam suatu perkawinan dibatalkan, tidak boleh kita beranggapan seolah-olah tidak pernah terjadi suatu perkawinan, karena terlalu banyak kepentingan dari berbagai pihak harus dilindungi. Dari itu, dalam hal suatu perkawinan dibatalkan, undang-undang telah menetapkan sebagai berikut :
  1. Jika sudah dilahirkan anak-anak dari perkawinan tersebut, anak-anak ini tetap mempunyai kedudukan sebagai anak yang sah;
  2. Pihak yang berlaku jujur tetap memperoleh dari perkawinan itu hak-hak yang semesti didapatnya sebagai suami atau isteri dalam perkawinan yang dibatalkan itu;
  3. Juga orang-orang pihak ketiga yang berlaku jujur tidak boleh dirugikan karena pembatalan perkawinan itu.
Pada asasnya suatu perkawinan harus dibuktikan dengan surat perkawinan. Hanya, apabila daftar-daftar Pegawai Pencatatan Sipil telah hilang, diserahkan kepada Hakim untuk menerima pembuktian secara lain, asal saja menurut keadaan yang Nampak keluar dua orang laki perempuan dapat dipandang sebagai suami-isteri, atau menurut perkataan undang-undang : asal ada suatu “bezit van den huwelijken staat


PROF. SUBEKTI, S.H.
1996. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet. 28. PT Intermasa, Jakarta. Hlm. 23-28

Demo Blog NJW V2 Updated at: 1:16:00 AM

1 komentar:

  1. ===Agens128 bagi uang Tunai===

    Pakai Pulsa Tanpa Potongan
    Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
    Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
    Game Populer:
    =>>Sabung Ayam S1288, SV388
    =>>Sportsbook,
    =>>Casino Online,
    =>>Togel Online,
    =>>Bola Tangkas
    =>>Slots Games, Tembak Ikan
    Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
    || Online Membantu 24 Jam
    || 100% Bebas dari BOT
    || Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA

    WhastApp : 0852-2255-5128
    Agens128

    BalasHapus

©2018 Ilmu Hukum. All Rights Reserved. Template by CB Blogger