Aliran Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dalam Praktek Hukum

Aliran rechtsvinding menggariskan bahwa hakim dalam menafsirkan atau menambah (aanvullen) undang-undang tidak boleh sewenang-wenang
Aliran Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dalam Praktek Hukum
Doc : De!
Tag : Rechtsvinding, Penemuan hukum, hakim, legisme, freie rechtslehre
Aliran Rechtsvinding merupakan aliran yang dapat dikatakan sebagai penengah antara legisme dan freie rechtslehre. Sebagai aliran penengah, aliran Rechtsvinding tetap berpegang pada undang-undang, tapi tidak seketat aliran legisme, karena hakim juga mempunyai kebebasan. Tapi kebebasan ini tidak seperti kebebasan yang dianut dalam aliran freie rechtslehre.
Hakim mempunyai kebebasan yang terikat (gebonden vrijheid) dan keterikatan yang bebas (vrijegebondenheid). Tugas hakim adalah untuk menyelaraskan undang-undang dengan tuntutan jaman, dengan hal-hal yang konkret yang terjadi dalam masyarakat dan bila perlu menambah undang-undang yang disesuaikan pada asas-asas keadilan masyarakat.
Kebebasan yang terikat dan keterikatan yang bebas tercermin pada kewenangan hakim dalam penafsiran undang-undang, mengkonstruksikan hukum dan memberikan ungkapan-ungkapan a contrario. Bagi aliran rechtsvinding jurisprudentie juga mempunyai arti yang penting di samping undang-undang, karena di dalam yurisprudensi terdapat makna hukum yang konkret yang tidak terdapat dalam undang-undang.
Namun demikian hakim tidak mutlak terikat dengan yurisprudensi seperti di negara Anglo Saxon di mana hakim secara mutlak mengikuti yurisprudensi. Di Amerika Serikat hakim terikat pada keputusan hakim yang lebih tinggi dan keputusan lembaga-lembaga tersendiri yang lebih dulu yang menghasilkan the binding force of percedent.
Aliran rechtsvinding menggariskan bahwa hakim dalam menafsirkan atau menambah (aanvullen) undang-undang tidak boleh sewenang-wenang. Ada berbagai batasan mengenai kebebasan hakim tersebut seperti yang dinyatakan oleh beberapa ahli seperti :

1. Logemann

Berpendapat bahwa hakim harus tunduk pada kehendak pembuat undang-undang dalam arti kehendak seperti yang diketahui dan tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Kehendak ini tentunya tidak dapat dibaca dengan begitu saja dari kata-kata dalam undang-undang, maka hakim harus mencarinya dalam sejarah kata-kata tersebut, dalam sistem undang-undang atau kata-kata dalam arti pergaulan hidup sehari-hari. Hakim wajib mencari kehendak pembuat undang-undang, karena ia tidak boleh membuat penafsiran yang berbeda dengan maksud pembuatnya. Setiap penafsiran dibatasi oleh kehendak pembuat undang-undang. Penafsiran yang tepat hanya penafsiran yang sesuai dengan kehendak pembuatnya, dan baik penduduk administrasi maupun hakim wajib tunduk pada kesimpulan yang logis.

2. Polak

Berpendapat ahwa penafsiran undang-undang harus didasarkan pada :
  • Materi peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
  • Tempat dimana undang-undang itu dilahirkan
  • Zamannya/waktu undang-undang itu dibentuk

3. Ter Haar

Mengemukakan bahwa sewaktu hakim menentukan hukum, dan menetapkan mana yang merupakan hukum dan mana yang tidak, harus selalu berhubungan dengan masyarakat. Hakim harus memberi keputusan sesuai dengan keadaan sosial yang nyata (sociale werkelijkheid). Dengan demikian dapat tercapai maksud daripada hukum : "suatu keadilan berdasarkan asas keadilan masyarakat."



Daftar Referensi
  • R. Soeroso. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Cet. VII. Sinar Grafika, Jakarta.
  • Ishaq. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Cet. I. Sinar Grafika, Jakarta.

Demo Blog NJW V2 Updated at: 2:16:00 AM

0 komentar:

Posting Komentar

©2018 Ilmu Hukum. All Rights Reserved. Template by CB Blogger